DESA LEUWIKUJANG

UMKM

269 0

KULINER

 

OPAK

 

Opak Leuwikujang memiliki akar sejarah yang dalam, lahir dari tradisi pertanian masyarakat Desa Leuwikujang, Kecamatan Leuwimunding, Kabupaten Majalengka. Pada masa lalu, saat kehidupan masyarakat sangat bergantung pada pertanian, khususnya padi dan ketan, mereka berusaha menciptakan berbagai olahan untuk menyimpan hasil panen agar lebih tahan lama dan bermanfaat secara ekonomis.

Salah satu hasil inovasi sederhana namun luar biasa adalah opak—kerupuk pipih yang terbuat dari beras ketan, kelapa parut, dan garam. Setelah dikukus, adonan ini dipipihkan, dijemur di bawah terik matahari, lalu dibakar. Proses tradisional ini menjadikan opak sebagai camilan yang tahan lama dan mudah disimpan, sekaligus sebagai bagian dari strategi bertahan hidup masyarakat pada masa itu.

Kini, opak Leuwikujang tidak hanya bertahan, tapi juga berkembang menjadi produk unggulan desa. Banyak warga yang mengolahnya sebagai produk UMKM dan memasarkan hingga ke luar daerah. Wisatawan yang berkunjung ke Majalengka pun kerap menjadikan opak sebagai oleh-oleh khas.

Opak Leuwikujang hadir dalam berbagai varian rasa, yaitu:

  • Opak Goreng: Opak yang digoreng garing, cocok untuk dinikmati sebagai camilan santai.

  • Opak Asin: Memiliki rasa gurih asin, cocok untuk pendamping makanan utama.

  • Opak Manis: Diberi tambahan gula untuk cita rasa manis yang legit dan khas.

Keaslian rasa, cara pengolahan tradisional, serta nilai sejarah yang melekat menjadikan Opak Leuwikujang bukan hanya makanan, tapi warisan budaya kuliner yang patut dilestarikan.

 

TAHU

 

Tahu Leuwikujang bukan hanya sekadar makanan, melainkan cermin dari ketekunan dan kemandirian masyarakat Desa Leuwikujang, Kecamatan Leuwimunding, Kabupaten Majalengka. Diperkirakan mulai diproduksi secara rumahan sejak tahun 1980-an, tahu Leuwikujang lahir dari kebutuhan masyarakat untuk mengolah kedelai lokal menjadi makanan bergizi, murah, dan bisa dijual sebagai sumber ekonomi rumah tangga.

Awalnya, pembuatan tahu dilakukan oleh beberapa keluarga pengrajin kecil, dengan proses yang masih sangat tradisional: merendam kedelai, menggiling secara manual, menyaring, dan mencetak tahu menggunakan cetakan kayu atau bambu. Proses perebusan dan pengendapan dilakukan dengan air sumur murni dan penggumpal alami seperti asam cuka atau perasan air daun pepaya, sehingga menghasilkan tahu yang lembut namun padat.

Seiring waktu, usaha pembuatan tahu mulai berkembang menjadi unit usaha rumah tangga (UMKM). Kini, Desa Leuwikujang memiliki beberapa pengrajin tahu aktif yang memproduksi tahu setiap hari untuk dijual ke pasar tradisional maupun pesanan konsumen langsung.

Produksi tahu saat ini tetap mempertahankan metode pengolahan tradisional, meski sebagian alat sudah dimodernisasi (penggilingan menggunakan mesin). Namun nilai keaslian dan cita rasa tetap dijaga. Produk tahu Leuwikujang juga mulai dijual dalam kemasan plastik bersih, dan beberapa pengrajin telah mendapatkan pembinaan dari pihak desa serta pelatihan dari Dinas Koperasi dan UMKM.

 

 

EKONOMI KREATIF

 

CEMPOR

Desa Leuwikujang terdiri dari tiga dusun: Muara, Majapahit, dan Sumur Bandung. Dusun Majapahit dikenal sebagai pusat pengrajin kreativitas lokal, termasuk pembuatan lentera tradisional, yang biasa disebut cempor

Cempor mulai dipakai secara umum sejak awal abad ke‑20, ketika listrik belum masuk desa. Warga membuatnya dari bahan sederhana: kaleng bekas, kaca tabung, plat logam, dan sumbu kain, menggunakan minyak tanah sebagai bahan bakar. Alat ini menjadi penerang utama di rumah, ladang, tempat mengaji, hingga warung kecil di malam hari

Pengrajin lokal, khususnya di dusun Majapahit, mengembangkan bentuk-bentuk cempor seperti: cempor duduk, cempor gantung, dan cempor tanduk—digunakan petani atau nelayan malam. Teknik pembuatan diwariskan secara turun-temurun dan mendetail meski berbahan seadanya.

Cempor kini menjadi bagian dari produk wisata budaya Leuwikujang. Dalam jaringan Desa Wisata (Jadesta), produk ini dipasarkan sebagai paket dekorasi budaya bernilai estetis dan tradisi, dengan harga mulai dari sekitar Rp 5.000 per unit sebagai cenderamata atau souvenir local.

 

BOBOKO

Boboko Leuwikujang adalah keranjang bambu tradisional khas Sunda yang dibuat secara manual oleh para pengrajin di Dusun Sumur Bandung, Desa Leuwikujang, Majalengka. Sejak puluhan tahun lalu, boboko telah menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat, digunakan untuk menyimpan dan menyajikan nasi atau bahan makanan lain dalam keseharian. Terbuat dari bilah bambu yang dipilih dan diraut dengan hati-hati, boboko dirangkai melalui proses anyaman khas yang diwariskan secara turun-temurun, mencerminkan ketekunan dan keterampilan tangan-tangan desa.

Hingga saat ini, pembuatan boboko di Leuwikujang masih dipertahankan secara tradisional dan menjadi salah satu produk unggulan UMKM yang mendukung ekonomi kreatif desa. Tidak hanya berfungsi sebagai wadah, boboko juga telah berkembang menjadi produk etnik yang digunakan sebagai souvenir wisata, hiasan rumah, hingga parcel budaya. Desa Leuwikujang mempromosikan boboko melalui program Desa Wisata, pameran UMKM, dan pelatihan kerajinan lokal, menjadikannya simbol budaya yang tetap bernapas di tengah modernisasi.

0 Komentar

PEMERINTAH DESA LEUWIKUJANG

Jl. Persatuan No.01 Desa Leuwikujang Majalengka 45473

081321497383

[email protected]

Ikuti Kami
Kategori Berita
Link Terkait

© Pemerintah Desa Leuwikujang. All Rights Reserved. Powered by easydes.id

Design by HTML Codex

Hubungi kami